Puluhan seniman mancanegara dan lokal ikut meramaikan gelaran Srawung
Seni Sukuh ke 10 selama dua hari, Selasa (31/12) dan Rabu (01/01).
Kegiatan yang merupakan pentas seni yang dilakukan di pelataran Candi
Sukuh, Kabupaten Karanganyar ini sangat mendapat apresiasi positif
dari berbagai pihak.
Penggagas Acara Srawung Seni Sukuh, Suprapto Suryodarmo menegaskan,
acara ini menjadi tempat bertemunya seniman. Baik lokal, mancanegara,
klasik ataupun modern. Melalui gelaran ini, diharapkan pembatas yang ada
di dunia kesenian selama ini coba diruntuhkan. “Banyak seniman-seniman
profesional dari luar negeri hadir di sini karena ingin mempelajari
lebih jauh kebudayaan alam dan Tuhan. Sebab selama ini banyak seniman
yang terjebak dalam rutinitas dunia pentas yang cukup berjarak,” terang
mbah Prapto.
Demikian pula juga disampaikan oleh Wamendikbud Bidang Kebudayaan
Wiendu Nuryanti sangat mengapresiasi atas gelaran Srawung Seni Sukuh
kali ini. Pihaknya berharap dengan adanya seni rakyat kali ini mampu
menjadi sumber inspirasi bagi bangsa ke depannya. “Negara harus berkaca
pada rakyatnya, wajah negara ditentukan oleh wajah masyarakatnya.
Seperti wajah-wajah kesenian yang ditampilkan dalam Srawung Seni Candi
kali ini begitu beragam dan menyejukkan,” terangnya.
Dia pun mengapresiasi keberadaan Candi Sukuh sebagai lokasi Srawung
Seni Sukuh kali ini. Menurutnya, bangunan dari Candi Sukuh menyimpan
banyak nilai-nilai luhur yang perlu digali. Itu pun baru satu di antara
sekitar 60 ribu candi yang kini telah tercatat oleh Kemendikbud. “Kalau
satu candi saja bisa memberikan inspirasi, kalau terus digali maka
betapa negara kita ke depan bisa menjadi luar biasa maju kebudayaannya,”
jelasnya.
Dengan begitu, Wiendu menilai gelaran Srawung Seni Sukuh bukanlah
semata pertunjukan seni dan ajang silaturahmi antar seniman semata.
Lebih jauh, ia melihat Srawung Seni Sukuh sebagai wujud interaksi secara
nurani. “Jadi semakin sering hadir dalam Srawung Seni Sukuh seperti ini
ketahanan kebudayaan kita semakin maju dan kuat ke depannya. Tradisi
seperti ini harus tetap hidup dan lestari,” tuturnya.
Hal yang sama juga disampaikan Gubernur Lemhanas Budi Susilo
Soepandji turut memberikan apreasiasi atas kegiatan ini. Dari prespektif
ketahanan sipil, keberadaan candi menjadi penanda akan kokohnya benteng
pertahanan nenek moyang dahulu. Keberadaan dari Candi Sukuh juga
membuktikan bila tekhnologi nenek moyang dahulu sudah sedemikian hebat
dan tidak sebodoh seperti anggapan dunia barat. “Saya kira tidak mudah
bagi ahli tekhnik sipil untuk membangun (candi) secantik ini yang
berdiri di atas bukit dengan pemandangan indahnya. Jadi bagi tamu
mancangera, kalau mau belajar Indonesia jangan lihat Jakarta dan Bali
saja, tetapi juga pelajari candi-candi yang ada di negara ini,” katanya.
Gelaran Srawung Seni Candi Sukuh ini melibatkan berbagai kelompok
seni seperti seni Carabalen dari Karanganyar, Reog Gembong Kertojoyo
dari Sukoharjo, kelompok Merapi Timur dari Klaten, kelompok Rumah Tari
Sangishu dari Lampung, Studio Taksu dari Solo. Juga diikuti oleh seniman
Sri Van Der Kroef dari Amerika, Yui Nakagami dari Jepang, Anna Rubio
Liambi dari Spanyol, Bettina Mainz dari Jerman, Mario Villa dan
Gabriella Medina dari Meksiko, Agnes Christina dari Singapura, AA Gede
Agung Rahma Putra dari Bali dan lain sebagainya. Selain itu juga diisi
dengan diskusi bersama budayawan Seno Gumira Ajidarma dan Rahayu
Supanggah. pd
Posting Komentar